Rekayasa Politik Pada Pemilu 2019 Masih dibawa di Pemilu 2024 Yang Akan Datang, Siapa Yang Bodoh?.

Di negara demokrasi ini, tidak pernah ada demokrasi yang sesungguhnya yang bisa dijalankan. 


Yang terjadi kalau misalkan ada Pemilu, kita tidak pernah memilih satu calon tertentu untuk menjadi pemimpin, yang terjadi itu adalah bahwa pemimpin-pemimpin besar atau orang-orang bermodal besar itu merekayasa kita, merekayasa publik, merekayasa rakyat, agar memilih calon yang mereka sodorkan. Kan begitu rumusnya. 

Manfaat Daun Kitolot Untuk Kesehatan Mata


Kita sebelumnya kan tidak pernah mengenal Jokowi, kita tidak pernah mengenal Prabowo, kita tidak pernah mengenal Ganjar Pranowo, kita tidak pernah mengenal Anis Baswedan dan sebagainya kita hanya mengenal mereka setelah diperkenalkan oleh partai politik,  yang hanya menggaungkan kebaikan-kebaikannya saja. 


Jadi bukan kita yang memilih mereka,  tetapi mereka yang merekayasa kita agar memilih calon-calon yang mereka rekomendasikan atau calon yang mereka ajukan kan. 

Makanya di setiap Pemilu partai-partai politik itu mengatakan dengan semangat bahwa di Jawa barat kami targetkan perolehan suara adalah begini-begini, di Jawa Timur kami targetkan perolehan suara adalah begini dan begini, di Sumatera kami akan begini dan sebagainya. 

5 Manfaat Bunga Melati bagi Kesehatan


Itu artinya sebenarnya kita ini adalah objek dan suara kita sebenarnya hanya digunakan untuk menjadi alat legitimasi bagi kekuasaan mereka, dan siapakah yang sesungguhnya berkuasa?. 


Baca juga:

Pentingnya Memilih Seorang Pemimpin.

Apakah calon-calon itu ketika menjadi pemimpin mereka lah yang sesungguhnya memimpin. 

Tidak juga, karena mereka itu sebenarnya harus bayar kompensasi kepada orang-orang yang telah memodali mereka, karena demokrasi itu biayanya sangat mahal dan calon-calon yang sebelumnya kita pilih itu sebenarnya tidak memiliki cukup modal untuk bisa menggerakkan rakyat untuk memilih dirinya, tapi ada pihak lain,

Yang kemudian setelah berkuasa maka pihak-pihak yang dimaksud itu tentu saja akan minta hasilnya. 


Nah karena suara kita sebenarnya adalah alat legitimasi maka suara kita diambil itu dengan cara merekayasa diri kita, merekayasa psikologi kita, merekayasa dan sebagainya makanya kita hanya gara-gara kita beda pandangan politik kemudian kita nuduh saudara kita itu sebagai kadrun menuduh saudara kita itu sebagai bazer dan sebagainya. 


Kita itu baik-baik saja sebenarnya satu sama lain, tetapi karena penerapan demokrasi kita sebenarnya adalah demokrasi yang bohong-bohongan, di mana kita itu direkayasa, kemudia kita  memilih satu calon tertentu, kemudian fanatik terhadap calon yang dimaksud itu,  kemudian membela motif dan menghujat calon yang lain dan sebagainya, padahal otak kita itu sebenarnya direkayasa. 

(Jadi siapa orang yang paling bodoh)


Jadi siapa orang yang paling bodoh?.

Orang yang paling bodoh adalah orang yang direkayasa, kemudian dia mau direkayasa seperti itu, kemudian kacau, kemudian menghujat teman-temannya hanya gara-gara perbedaan pendapat, diadu domba, ribut, dan orang yang paling diuntungkan itu adalah orang-orang yang tidak terlihat, yang nitip kebijakan tadi itu. 


Sedangkan yang paling dirugikan itu adalah orang-orang yang menengah kebawah, udah mementalnya dirusak,  kepentingannya dirusak, bahkan ketika pimpinan-pimpinannya sudah bersatu untuk pemerintahan ternyata orang-orangnya masih terjebak pada istilah cebong dan buzzer dan kampret dan sebagainya.

Kita masih terjebak pada yang seperti itu seperti rekayasa mereka,  bahkan mereka nyaris sudah tidak mengeluarkan biaya apapun, karena orang yang saling bermusuhan, yang diadu domba itu sama sekali enggak dibayar, rela datang ke kampanyenya dan sebagainya. 

Masih mending orang-orang kampung, orang yang benar benar ada di bawah, misalkan, pilih presiden ini nanti dikasih Rp.50.000, mereka orang-orang kampung yang seperti itu, mereka rela menjual suaranya tapi setidaknya mereka lebih pintar sedikit, karena mereka dibayar, dan hanya mengambil uangnya, tanpa tahu istilah kadrun, cebong ataupun kampret.

Post a Comment

Previous Post Next Post